coneybiber.blogspot.com

Jumat, 30 Desember 2011

akep hipertensi


ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT
HYPERTENSI








DI SUSUN OLEH :

 nama : Sony Yuniansyah
nim : 10.1230      




AKADEMI PERAWATAN ’AISYIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2011-2012



LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi

·         Fisiologi jantung
          Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dengan basisnya diatas dan puncaknya dibawah. Apexnya miring kesebelah kiri. Berat jantung kira-kira 300 gram. Agar jantung berfungsi sebagai pemompa yang efisien, otot-otot jantung, rongga atas dan rongga bawah harus berkontraksi seara bergantian. Laju denyut-denyut jantung atau bekerjanya memompa ini dikendalikan secara alami oleh suatu ”pengatur irama” yang terdiri dari sekelompok yang secra khusus disebut Nodus Sinotriali yang terletak didalam dinding serambi kanan.Sebuah impuls listrik yang ditransmisikan dari nodus sinotrialis ke kedua serambi membuat keduanya berkontraksi secara serentak. Arus listrik ini selanjutnya diteruskan di dinding-dinding bilik, yang pada gilirannya membuat bilik-bilik berkontraksi secara serentak. Periode kontraksi ini ini disebut periode sistole. Selanjutnya periode ini diikuti dengan sebuah periode relaksasi pendek kira-kira 0,4 detik yang disebut periode diastole, sebelum impuls berikutnya datang.
          Nodus Sinotrialis menghasilkan antara 60 hingga 72 impuls seperti ini disetiap menit ketika jantung sedang relaksasi. Produk impuls-impuls ini juga dikendalikan oleh suatu bagian sistem saraf yang disebut sistem saraf otonom, yang bekerja di luar keinginan kita. Sistem listrik inilah yang menghasilkan kontraksi-kontraksi otot jantung berirama yang disebut denyut jantung.

·         Anatomi Jantung
                (gambar)

A. Definisi
·         Hipertensi adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh terjadinya hipertropi ventrikel kiri yang merupakan kompensasi jantung terhadap beban kerja ventrikel kiri saat berkontraksi melalui tekanan darah yang meningkat.

·         Hipertensi merupakan tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya.

·         Hipertensi juga ada yang mengartikan sebagai tekanan darah sisitolik yang > 140 mmHg dan tekanan dara diastolik > 90 mmHg. ( Lukman Sorensen, 1996 )  


B. Tanda dan Gejala
          Pada pasien yang mengalami penyakit hipertensi, menunjukkan tanda dan gejala diantaranya sebagai berikut :

a.    Kelemahan dan perasaan letih.
b.    Kenaikan tekanan darah
c.    Napas pendek
d.    Frekuensi jantung meningkat
e.    Hipotensi postural
f.    Distritmia
g.    Takikardi
h.    Adanya edema
i.     Angina
j.     Sakit kepala oksipital berat
k.    Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan atau tendon dalam
l.      Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas kerja.


C. Manifestasi Klinis.
ü  Penderita hipertensi primer yang sederhana pada umumnya tidak disertai gejala.

ü  Penderita hipertensi sekunder dapat disertai gejala suatu penyakit. Pada penderita feokromositoma dapat menjalani sakit kepala paroksimal, berkeringat, takikardi, palpitasi, dan hipotensi ortostatik.

ü  Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Peningkatan tekanan darah sering disertai dengan berdebar-debar, rasa melayang dan cemas.

ü  Penyakit jantung, vaskuler hipertensi seperti capek, sesak napas, sakit dada ( iskemia miokard ), bengkak kedua kaki atau tungkai, gangguan vaskuler lainnya adalah hematuria, pandangan kabur, transien inchemia akut ( TIA ).

ü  Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder : polidipsi poliuria, peningkatan BB dengan emosi yang labil pada sindrom crushing, feokromasitoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri.


D. Patofisiologi
         Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini biasanya meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada renin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormon aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.
                   Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh penyebab yang spesifik ( hipertensi sekunder ) atau mekanisme patofisiologi yang tidak diketahui penyebabnya ( hipertensi primer atau esensial ). Hipertensi sekunder bernilai kurang dari 10 % kasus hipertensi, pada umumnya kasus tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal kronik atau renovaskuler. Kondisi lain yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder antara lain pheochromoytoma, sindrom chusing, hipertiroid, hiperparatiroid, aldosteron primer, kehamilan, obstruksi sleep apnea, dan kerusakan aorta.
              Multifaktor yang dapat menimbulkan hipertensi primer antara lain :

a.    Ketidaknormalan humoral meliputi sistem renin-angiotensis-aldosteron, hormon natriuetik atau hiperinsulinemia.
b.    Masalah patologi pada sistem saraf pusat, serabut saraf otonom, volume plasma, dan kontriksi arteriol.
c.    Defisiensi senyawa sintesis lokal vasodilator pada endotelium vaskuler, misalnya prostasiklin, bradikinin, dan nitrit oksida atau terjadinya peningkatan produksi senyawa vasokonstriktor seperti angiotensin II dan endotelin I.
d.    Peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler, memicu perubahan vaskuler, fungsi otot halus dan peningkatan resistensi vaskular perifer.

              Penyebab utama kematian pada hipertensi adalah serebro vaskuler, kardiovaskuler, dan gagal ginjal. Kemungkinan kematian prematur ada korelasinya dengan meningkatnya tekanan darah.


E. Pemeriksaan Penunjang
         Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai therapy bertujuan untuk menentukan adanya kerusakkan organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah ( kalium, natrium, gula darah, kolesterol total, dan EKG ). Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan diantaranya :

a.    Hemoglobin / Hematokrit : bukan diagnostik tetapin mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume ( visikositas ) yang dapat mengindikasikan faktor resiko seperti Hiperkoagulativitas, dan anemia.
b.    BUN atau kreatinin : memberikan informasi terhadap perfusi atau fungsi ginjal.
c.    Glukosa : Hiperglikemia ( DM adalah pencetus hipertensi ) dapat di akibatkan oleh peningkatan kefokalamin ( mengikat hipertensi ).
d.    Kalium serum : Peningkatan kadar kalium serum dapat meningkatan hipertensi.
e.    Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan penetus utama adanya pembentukkan plak ateronatosa ( efek kardiovaskuler ).
f.    Pemeriksaan tyroid : Hipertyroidsm dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi.
g.    Kadar aldosteron urin dan serum : untuk mengkaji aldosternisme primer ( penyebab ).
h.    Urinalisa : protein, leukosit, eritrosit, silinder, dan gula darah.
i.     Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.


F. Pengobatan
         Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1.     Pengobatan non obat (non farmakologis)
2.    Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
·         Pengobatan non obat (non farmakologis)
              Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.

Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1.     Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2.    Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
3.    Ciptakan keadaan rileks. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4.    Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
5.    Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol

·         Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
              Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini.
v  Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatnya adalah Hidroklorotiazid.
v  Penghambat Simpatik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
v  Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
v  Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
v  Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
v  Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
v  Penghambat Reseptor Angiotensin II.
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual. Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.













ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
”HIPERTENSI”


v  Diagnosa Keperawatan

·         Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen kemungkinan dibuktikan oleh laporan verbal tentang keletihan / kelemahan, frekuensi jantung atau respon TD terhadap aktivitas abnormal, rasa tidak nyaman saat bergerak / dispnea, perubahan EKG menecrminkan ischemia dan disritmia.

·         Nyeri akut, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral kemungkinan dibuktikan oleh nyeri berdenyut yang terletak pada region suboksipital, terjadi pada saat bangun dan hilang secara spontan setelah beberapa waktu berdiri, kekakuan leher, pusing, penglihatan kabur, mual, dan muntah.


·         Curah jantung, penurunan resiko tinggi terhadap peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia miokard, hipertrofi / rigiditas ( kekakuan ) ventrikuler.



v  Intervensi dan Rasionalisasi

      Intervensi :

·         Kaji tanda vital khususnya denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah.
·         Catat edema umum atau tertentu.
·         Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi aktivitas lingkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
·         Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
·         Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur atau kursi, bantu pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
·         Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
·         Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri terhadap pasien jika dapat ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.
·         Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi pendarahan hidung / kompres hidung telah dilakukan untuk menghentikan pendarahan.
·         Kaji ulang masukkan kalori harian dan pilihan diet.
·         Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan kegemukkan.
·         Intruksi dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi.
·         Bicarakan pentingnya menurunkan masukkan kalori dan batasi masukkan lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.


          Rasionalisasi :

·         Tanda dan gejala hipertensi dapat diketahui dengan melihat adanya peningkatan denyut nadi, tekanan darah, dan jalannya napas.
·         Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakkan ginjal, atau vaskular.
·         Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis meningkatkan relaksasi.
·         Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stres, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah.
·         Respon terhadap terapi obat ”stepped” tergantung pada individu dan efek sinergis obat, karena efek samping tersebut. Maka penting untuk menggunakan obat dalam jmlah paling sedikit dan dosis paling rendah.
·         Kemajuan aktivitas mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan atau mendorong kemandirian atau melakukan aktivitas.
·         Meningkatkan kenyamanan umum, kompres hidung dapat mengganggu menelan / membutuhkan napas dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral dan mengeringkan membran mukosa.
·         Mengidentifikasi kekuatan / kelemahan dalam program diet terakhir membantu dalam menentukan kebutuhan individu untuk penyesuaian.
·         Kegemukkan adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi karena dispropsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan peningkatan masa tubuh.
·         Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam menegah perkembangan aterogenesis.
·         Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya arterosklerosis dan kegemukkan yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya.









DAFTAR PUSTAKA


Andryanto. 1995. Buku Kedokteran EGC, Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi. Jakarta: Penerbit Hipokrates.

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah . Vol 2, Jakarta: Penerbit Arcan.

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. jilid 1. Jakarta: Media Aesulapius.

Marvyn, Leonard. 1995. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet. Jakarta: Penerbit Arcan.

Yulinah, Erlin Iskandar. 2009. Iso Farmakoterapi. Cetakan 1 & cetakan 2. Jakarta: PT. ISFI. Penerbitan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar